AHMADYAH; ANTARA
KEBEBASAN BERAGAMA DAN PENODAAN TERHADAP SEBUAH AGAMA?
OLEH :FIGO ACM
STFK LEDALERO
Persatuan dan kesatuan di Indonesia
semakin terancam ketika pluralitas yang menjadi kekuatan dan alasan untuk
bersatu dikhianati. Persoalan seputar agama menjadi salah satu hal yang
merongrong persatuan dan kesatuan tersebut. Perbedaan yang pada dasarnya
menjadi kekuatan bagi kita untuk saling melengkapi dan saling menguatkan malah
dipakai untuk menjadi alasan pemisahan. Mungkinkah Indonesia yang beraneka
agama itu mesti tunduk pada satu agama saja sembari menutupi kemungkinan lain
untuk bertemu dengan Tuhan. Mungkinkah Indonesia mesti terdiri dari Islam saja
atsau Katolik saja ataukah memberikan kesempatan pula kepada umat Tuhan yang lain
seperti Ahmadyah untuk hidup dan berkembang. Indonesia bukanlah Negara agama
tetapi Negara yang beragama dan mendasarkan dirinya pada Pancasila dan tunduk
pada Tuhan yang Maha Esa, bukan tunduk pada sebuah agama yang maha esa. Karena
memang tiada agama yang maha esa di bumi ini. Ada banyak jalan menuju ke Roma,
begitupula ada banyak cara untuk bertemu Tuhan dan memperoleh keselamatan
darinya.Tuhan tidak pernah melarang umat manusia untuk sampai kepadaNya tatapi
toh apa sebenarnya yang menjadi alasan bagi manusia untuk melarang sesamya
bertemu dengan Tuhan yang sama itu. Fenomena kekerasan terhadap kelompok
Ahmadyah dan tuduhan akan kesesatan ajaranNya oleh sekelompok orang tertentu
menunjukan kesombomngan religius dan kesewenang-wenangan dalam mengatur usaha
sesama yang lain untuk bertemu dengan Tuhan yang diyakininya.
Penolakan dan
kekerasan terhadap kelompok Ahmadyah oleh sebuah gerakan atau kelompok tertentu
atas nama agama menjadi inti dari isi penulisan ini. Kekerasan yang terjadi di
Cikeusik adalah salah satu contoh kekerasan yang menimpa orang-orang dalam
kelompok Ahmadyah. Apa sebenarnya yang dipersoalkan oleh orang –orang tertentu
terhadap kelompok yang dibentuk Mirza Ghulam Ahmad beberapa tahun silam itu.
Apakah Ahmadyah mewartakan kejahatan sehinggaharus diperangi dan dihancurkan
atakah karena hasil dari penafsiran yang dangkal terhadap kehadiran dan isi
ajaran yang mereka anuti. Kiranya kehadiran Ahmadyah sejak beberapa tahun yang
lalu itu tidak pernah mengganggu siapa-siapa di bumi Indonesia ini. Pluralitas
dan Pancasila tidak pernah dilecehkan, malah kehadiran mereka timbul atas nama
kebebasan dan atas nama keragaman yang jelas diterima Pancasila. Tetapi ada
kelompok tertentu yang merasa begitu terganggu dengan kehadiran Ahmadyah ini.
Mereka menuduh Ahmadyah menyebarkan ajaran yang sesat dan itu diatur oleh UU.
Sehingga ada yang mengatakan bahwa persoalan Ahmadyah bukanlah persolan
kebebasan beragama tetapi penodaan terhadap sebuah agama.
Di Indonesia UU
yang mengatur kebebasan beragama tidak memiliki kepastian, ada dualisme di
dalamnya. Di satu sisi kebebasan beragama diakui tetapi disisi lain kebebasan
itu dipasung. Misalnya UU penodaan agama,
hemat saya UU ini memasung kebebasan beragama. Kebebasan kelompok Ahmadyah
untuk hidup dan berkembang dipasung oleh isu penodaan terhadap sebuah agama,
sehingga mereka dilarang untuk menyebarkan ajrannya bahkan diancam untuk
dibubarkan. Lebih aneh lagi ketika UU seakan tidak berdaya dengan tindakan
kekerasan atas nama agama. Untuk itu lebih tepat jika UU yang berlaku saat ini
disebut sebagai UU kebebasan untuk menyerang atas nama agama. Di sini HAM
dikhianati, orang bebas bertindak apa saja terhadap orang lain, toh agama dan
UU membenarkannya. Indonesia sudah meratifikasi peraturan mengenai HAM dalam
Kovenan Internsional. Tetapi kekerasan terhadap kelompok Ahmadyah menegaskan
bahwa ratifikasi itu adalah suatu kesia-siaan. Di manakah tindak lanjut dari
hasil ratifikasi kovenan Internaasional tentang Ham dalam UU Negara kita bila
tindakan kekerasan jelas-jelas dilegitimasi oleh UU yang sama?
Selain karena ketidak jelasan
peraturan perundang-undangan dalam mengatur kebebasan beragama dan ketakmampuan
yang berwenang untuk merevitalisasi isi UU yang menyesatkan namun ada juga hal
lain yang mesti diperhatikan agar tindakan kekerasan itu tidak terjadi lagi di
tanah air ini. Sederetan tindak kekerasan atas nama agama yang terjadi dewasa
ini disebabkan oleh pendangkalan ajaran agama dan pemahaman yang lemah terhadap
maksud dari kehadiran sebuah agama. Banyak orang yang tidak mengerti dengan isi
ajaran yang dianutinya. Penafsiran yang dangkal menyebabkan orang merasa benar
ketika diminta untuk membunuh atau menghancurkan sesama yang lain. Di sisi lain
kekerasan yang semakin marak terjadi ini bermula dari keyakinan yang salah
tentang agama sendiri dan agama orang. Banyak yang menilai dan menegaskan
kebenaran mutlak agamanya sembari menegasi kebenaran dari kelompok agama lain.
Maka tidaklah mengherankan ketika sekian agama saling membenarkan diri dan
kemudian timbulah konflik dan kekerasan. Bukankan agama-agama yang ada itu adalah bentuk-bentuk dari sarana yang
dipakai agar bisa berjumpa dengan Yang Maha Esa. Untuk itu tidak dibenarkan
jika sebuah kelompok agama tertentu menyebutkan agamnya yang paling benar di
hadapan Tuhan dan manusia.
Alasan-alasan di atas
mengancam keberadaan kelompok Ahmadyah untuk bertahan di Indonesia. Kelompok
yang dibentuk Mirza Ghulam ini mungkin segera berakhir di bumi Pancasila ini.
Jika benar maka pluralitas yang dibangga-banggakan, Bhineka Tunggal Ika yang terkenal
itu dan kerukunan antar umat beragama yang diakui dunia menjadi tidak berarti
dan sia-sia. LERENG LEDALERO, Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar