KAPAN MERDEKA SELESAI
Oleh Figo Acm
(mengenang sumpah pemuda)
STFK LEDALERO
STFK LEDALERO
'Tuhan kami tak sanggup lagi hidup dalam kemerdekaan, kami terbelenggu, biarlah kemerdekaan ini berlalu'
Kemerdekaan bagi sebagian orang adalah "ruang" kebebasan. Orang seakan terlepas dari ruang penindasan dan beralih menuju ruang yang lebih bebas. Manusia selalu ada dalam ruang. Kebebasan dan keterbelengguan adalah bagian dari ruang-ruang kehidupan manusia.
Tangga 17 Agustus 1945 sebuah institusi yang bernama Indonesia terbentuk dan masuk ke dalam sankar yang lebih bebas. ruang dan sangkar tidaklah jauh berbeda. Sangkar adalah sebuah bentuk ruang. Burung Garuda bersama rakyatnya masuk dalam sangkar yang lebih luas.
Lalu selama tiga puluh dua tahun bersama Suharto orang hidup dalam sangkar "ORBA". Sebuah sangkar yang lebih keras, kejam, senyap melebihi penjara Guantanamo. Orang memberontak, di mana-mana. puncaknya tahun 98', Suharto dipaksakan untuk keluar dari sangkar. Tapi rakyat Indonesia enggan keluar.
Kini dalam Ruang Demokrasi, orang merasa lebih bebas. Di Jakarta, Surabaya, dan di banyak Kota-Kota besar orang bebas, bebas mencuri uang, bebas meneror, bebas memperkosa hak orang lain. Di desa-desa orang bebas menyembunyikan raskin, menggelapkan dana-dana sosial, mencuri ternak tetangga.
Sampai pada akhirnya kami yang di kampung-kampung mati satu persatu, mereka bebas merenggut hidup kami dan anak-anak kami. Kami semakin bodoh, tiada buku lagi untuk dibaca, toh orang-orang propinsi sudah menghabiskan uang yang seharusnya dijadikan buku bagi anak-anak kami. Merdeka???? Sejak kapan kita merdeka??? 17 Agustus 1945????...
Ah...kamu semua penipu. Kemerdekaan kita hanya membuat kami sengsara. Sampai pada akhirnya kami berharap "KAPAN MERDEKA SELESAI?" Tuhan biarlah kemerdekaan ini berakhir. Kami tak sanggup lagi hidup dalam RUANG KEMERDEKAAN, Tuhan...kami terbelenggu.
FIGO ACM Oktober 2013
REFLEKSI
UUD 45’ TENTANG KEMERDEKAAN
UUD 1945 alinea kedua seakan-akan menegaskan bahwa benar
jika kemerdekaan Indonesia hanya sebah mimpi belaka. Di situ tertulis demikian "Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”. Mengenai bunyi alinea ini teman saya berkomentar bahwa kita bangsa
Indonesia sesungguhnya belum menyentuh kemerdekaan. Kita belum masuk dalam
ruang yang merdeka. Beliau melanjutkan bahwa perjalanan bangsa Indonesia baru
sampai di gerbang kemerdekaan. Ibarat tamu yang pergi bertamu tetapi tak
kunjung masuk ke rumah orang teetapi sepanjang hari bertahan di depan pintu
rumah kendati tuan rumah tidak membukakan pintu baginya. Selama 68 tahun
masyarakat Indonesia hanya terpaku di depan ruang mimpi. Guyon kawanku sambil tertawa “kita masih belum masuk-masuk juga.
. . . .mungkin karena gemboknya terlalu banyak kawan”. Ya benar gerbang
kemerdekaan kita sebenarnya terkunci oleh sekian banyak gembok dan terkunci
oleh sekian banyak tangan penguasa dan pemodal.
Seharusnya kita bertanya ketika orang sulit mengungkapkan
fenomena semacam ini, “ada apa dengan gerbang tersebut sehingga kita sulit
untuk menembusinya. Apalagi orang-orang kampong, mereka mungkin selalu berharap
akan Prometheus yang mau menghantar mereka masuk menuju kemerdekaan itu. Tapi dalam
kenyataannya banyak orang yang menolak untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan
ada yang mendorong mereka untuk lebih jauh ke belakang. Melihat gerbang
kemerdekaan saja tak diberi kesempatan apalagi masuk dalam kemerdekaan itu
sendiri. Tidak mengherankan jika kami yang dikampung selalu berharap agar
kemerdekaan itu harus segera berakhir.
KEMATIAN PROMETHEUS
Dalam sejarah Indonesia sebenarnya ada banyak Prometheus yang
berusaha untuk mencuri kunci gerbang kemerdekaan dari para pemimpin itu. tetapi
seperti nasib promotheus ia dihukum karena mencuri api dari para dewa untuk
diberikan kepada manusia begitu pula mereka, satu persatu hilang tampa bekas. Sebut
saja wiji tukul, munir, tibo cs, dll. Bedanya dalam kisah prometheus api yg
dicuri pada akhirnya sampai pada tangan manusia mesti ia akhirnya dihukum oleh
penguasa Olimpus (jantungnya terus bertumbuh meski setiap hari dicotok oleh
elang raksasa. Munir dkk lenyap secara misterius bersamaan dengan semakin
misterinya keberadaan kunci gerbang kemerdekaan itu.
Semuanya penuh misteri, kemerdekaan adalah misteri. Suatu
misteri yang bertahan selama 68 tahun dan tak pernah terbongkar. Pemegang kunci
gerbang juga adalah misteri, entah siapa dan di mana semua orang lebih memilih
untuk bungkam toh Suharto tak pernah dipenjara meski dituduh telah membuat
sekian banyak kejahatan. Mereka yang menuntut keadilan juga hilang lenyap
meninggalkan sejumlam misteri yang belum terungkapkan hingga hari ini. Ya,
kadang misteri itu selalu memakan banyak korban agar dianggap angker dan tak ada
orang lain yang mencoba memecahkan misteri itu. Mungkinkah mereka ini disebut
sebgai koraban yang tidak beruntung, tumbal ritual agar sebuah sistem yang
terselubung terus dianggap angker . Benar jika ada yang menyebutkan bahwa republic
ini adalah republik mimpi yang penuh dengan misteri.
ILUSI TENTANG KEMERDEKAAN
Kesimpulan untuk setiap fenomena di atas tertuang dalam sebuah komentar
seorang kawan saat saya mengupload tulisan kecil di atas pada akun facebook
yaitu “KEMERDEKAN ITU SEBUAH ILUSI: UTOPIS (Hans Hayon). Ia melanjutkan, “karena terhenti pada utopia maka kemerdekaan itu sering
digugat oleh banyak orang” . tentang yang utopia ini Khalil Gibran pernah
menulis, jika ada kawan yang tertidur janganlah kau ganggu dia, sebab mungkin
dia sedang menikmati keindahan mimpi-mimpinya tentang kemerdekaan, tetapi aku
berkata kepadamu jika ada hamba yang tertidur, bangunkan dia dan ajaklah dia
berdiskusi tentang kemerdekaan. Penguasa Negara kita selalu membiarkan
rakyatnya terlelap dalam tidur yang berkepanjangan dan membiarkan mereka terbuai
dalam mimpi-mimpi itu. Ketika masyarakat tidur, mereka mulai beraksi. Pencurian
dalam kegelapan dan saat masyarakat terlelap adalah saat yang paling baik untuk
membuat diri semakin kaya.
Demokrasi tidak bisa berjalan dalam kebiasaan seperti ini di mana
masyarakat dibiarkan berkhayal tentang kemerdekaannya. Demokrasi adalah
berdialog tentang jalan menuju kemerdekaan, bukan pula sebatas menatap gerbang
kemerdekaan atau bertahan di pintu gerbang. Demokrasi
mengandaikan kebebasan dan kemerdekaan. Dulu, di zaman suharto ada demokrasi,
orang bebas berbicara tapi suharto bilang "jangan asal bunyi", orang
takut. Sekarang orang juga bebas
berbicara, orang tidak takut, tetapi para pemimpin lebih tidak takut lagi,
malah mati rasa. Benar jika kemerdekaan itu hanyalah sebuah utopia belaka,
tidak punya makna, jauh panggang dari api.
KELUAR DARI KEMERDEKAAN
Tentang kemerdekaan yang cenderung memasung seorang
teman menganjurkan suatu bentuk kehidupan yang “keluar” dari kemerdekaan itu. Ia
menganjurkan demikian “Hidup di luar negara
di luar (dari) "merdeka", Di dalam Otonomi”. Benar juga apa yang dianjurkan ini, akhir-akhir ini Negara sebagai penjamin hak-hak dasar manusia seakan-akan turut terlelap dalam tidur atau lebih tepatnya bersembunyi di balik kegelapan. Hak atas kebebasan dan kemerdekaan dilecehkan begitu saja, tidak ada jaminan berarti bahkan jaminan yang dikoarkan Negara hanya terhenti pada tataran normatif seperti yang tertuang dalam konstitusi dan UU. Keberdaan Negara menjadi nyata sejauh berperan dalam hidup masyarakat. Negara kehilangan unsur legitimnya jika tak mampu memenuhi kewajibannya untuk memenuhi, melindungi dan menghormati hak-hak dasarwarga. Mungkinkah kita harus hidup di luar “merdeka”?.
di luar (dari) "merdeka", Di dalam Otonomi”. Benar juga apa yang dianjurkan ini, akhir-akhir ini Negara sebagai penjamin hak-hak dasar manusia seakan-akan turut terlelap dalam tidur atau lebih tepatnya bersembunyi di balik kegelapan. Hak atas kebebasan dan kemerdekaan dilecehkan begitu saja, tidak ada jaminan berarti bahkan jaminan yang dikoarkan Negara hanya terhenti pada tataran normatif seperti yang tertuang dalam konstitusi dan UU. Keberdaan Negara menjadi nyata sejauh berperan dalam hidup masyarakat. Negara kehilangan unsur legitimnya jika tak mampu memenuhi kewajibannya untuk memenuhi, melindungi dan menghormati hak-hak dasarwarga. Mungkinkah kita harus hidup di luar “merdeka”?.