Rabu, 12 Maret 2014

KATA ADALAH BUNYI; ESTETIKA PUISI DAN KONSEP KEPENYAIRAN SUTARDJI

KATA ADALAH BUNYI; ESTETIKA PUISI DAN KONSEP KEPENYAIRAN SUTARDJI

FIGO ACM
STFK LEDALERO

KATA ADALAH BUNYI; KREDO PUISI DARI PENYAIR ANEH
Sebelum menganalisa dan mengkritisi kredo puisi Sutardji terlebih dahulu saya membaca beberapa karya dari penyair “aneh” ini. Ada sekian puisi yang tidak dapat saya pahami. Pernah saya mencoba untuk menafsirnya tetapi saya tidak tahu harus memulainya dari mana. Ada kata-kata dalam puisi yang sungguh asing bagi saya, boleh dikatakan bahwa beberapa kata yang diciptakan Sutardji belum pernah saya temukan sebelumnya, dalam kamus besar bahasa Indonesia sekalipun. Berangkat dari kenyataan ini maka saya menyebut Sutardji sebagai penyair “aneh”.
Keanehan dari seorang Sutardji merangsang saya untuk meneliti lebih jauh maksud dari sekian puisi anhenya itu. Seharusnya ada sesuatu yang diproklamasikan Sutardji melalui karya-karyanya itu. Akhirnya apa yang dimaksudkan dari puisi-puisi itu dapat saya pahami setelah saya membaca Kredo Puisi. Kredo puisi Sutardji menjelaskan tentang “kata” yang mesti dibebaskan dari penindasan makna. Dalam kredo itu Sutardji mengungkapkan perjuangannya untuk memurnikan diri “kata”. “Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas”, demikian Sutardji dalam kalimat pembuka kredonya.
Di manakah kata mesti dibebaskan dan bagaimanakah kebebasan itu terungkap? Sutardji menyebut puisi sebagai wadah pembebasan kata, namun puisi yang dimaksudkan Sutardji bukanlah puisi seperti yang dipahami oleh sebagain besar orang, yaitu puisi yang dapat ditafsir, dimengerti dan dimaknai. Puisi bagi Sutardji ada bunyi. Bunyi menjadi inti dari puisinya, bunyi adalah roh kebebasan dari “kata”. Sudah saya katakan sebelumnya bahwa betapa sulitnya menafsir puisi Sutardji, karena tidak ada kesempatan bagi “kalimat” untuk menjelaskan makna. Kadang rangkaian dalam kalimat puisi tidak memiliki hubungan sama sekali, semisal contoh “yang paling mawar, yang paling sayap, dan yang paling duri”. Ini adalah kata benda yang disifatkan oleh Sutardji. Namun jika dibacakan oleh penyair akan terasa indah dan memiliki kekuatan tertentu. Keindahan dan kekuatan yang terungkap melalui bunyi, bukan makna.



YANG POSITIF DAN NEGATIF DARI KREDO PUISI
Sungguh jelas arah atau misi dari kredo puisi Sutardji yaitu mengembalikan kata pada dirinya. “Pada mulanya adalah Kata. Dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera”, demikian Sutardji dalam Kredo Puisinya. Mantera adalah salah satu bentuk puisi lama yang paling tua. Merupakan salah satu jenis tradisi lisan yang maksud penyampaiannya lebih penting dari maknanya. Kata dalam mantra adalah bunyi. Di sini jelas bahwa kata bukanlah pembawa makna bagi penggunanya. Ini sungguh bertolak belakang dengan apa yang diyakini oleh Goenawan Muhammad. Dalam sebuah essainya Goenawan menulis demikian, “Seorang penyair – tapi tak cuma seorang penyair — akan mengenal keniscayaan kata: praktis, hanya melalui bahasa-lah kita bisa menangkap dunia. Bahkan “ruang kosong dan angin pagi” yang ada di balik jagat yang “tersusun dar kata” tak hanya kita kenali karena mata kita melihat ruang itu dan kulit kita tersentuh oleh desau angin itu. “Ruang kosong dan angin pagi” kita kenali karena kata telah menamai benda ini atau itu, menyebut perasaan ini atau itu. Dengan kata itulah, atau lebih tepat dengan kata sebagai “penanda”, kita dapat membedakan ruang kosong dengan celah, angin dengan badai, pagi dengan siang. Dari pembedaan itu, kita memberi dan mendapatkan arti”. Searah dengan apa yang ditulis oleh Goenawan ini dalam linguistik kita juga mengenal Semantik dan Sintaksis. Semantik menjelaskan hubungan antara bahasa dengan objek di luar bahasa. Sementara sintaksis membicarakan hubungan antar bahasa (kata). Dalam Puisi-puisi Sutardji kita sulit menemukan dua unsur ini. Semantik dan sintaksis tidak berlaku dalam deretan kata yang dibentuk Sutardji. Menurut saya Sutardji terlalu radikal mendeskripsikan kata semata-mata hanya sebagai bunyi. Ini hemat saya menjadi kelemahan dari Sutardji, sebab kata bukan hanya bunyi yang “sia-sia”. Namun Sisi positif dari misi Sutardji ini seperti yang diungkapkan oleh Ignas Kleden dalam harian Kompas adalah menerobos batas bahasa. Ternyata bahasa tidak hanya membutuhkan sesuatu yang dapat dipahami. Semestinya ada yang aneh, atau dalam bahasanya Ignas Kleden harus ada unsur sense dan nonsense. Kehadiran yang nonsense membuat makna semakin tampak seumpama terang yang semakin bercahaya dalam kegelapan. Sehingga apa yang dikonsepkan Sutardji bisa dipakai sebagai bahan refleksi dalam perkembangan bahasa.

Pada akhirnya Kredo Puisi Sutardji menggambarkan kebebasan seorang penyair. Di dalam puisinya Sutardji mendeskripsikan kata sebagai bunyi yang terlepas dari fungsinya sebagai pemberi makna seperti pipa yang mengalirkan air atau pisau yang mengiris bumbu. Kata adalah bunyi, bunyi adalah mantera, dan puisi-puisinya lebih mendekati mantra-mantra gaib yang memiliki kekuatannya sendiri yaitukekuatan rasa jika didaraskan. Kredo puisi, kata adalah bunyi tidak lebih dari estetika puisi dan konsep kepenyairan Sutardji. Puisinya adalah apa yang ia ungkapkan dalam Kredo. Pada mulanya adalah kata, dan kata mesti dikembalikan ke asalnya yaitu mantera. SEKIAN.

Minggu, 09 Maret 2014

ANGGOTA UNIT ST. YOSEPH FREINADEMETZ LEDALERO 2013/2014



EKONOMI KERUMAHTANGGAN; ANTITESIS UNTUK EKONOMI PASAR BEBAS

EKONOMI KERUMAHTANGGAN; ANTITESIS UNTUK EKONOMI PASAR BEBAS
(Tawaran Di Balik Krisis Kemanusiaan Akibat Sistem Ekonomi Liberal)

FIGO ACM

STFK LEDALERO



Beberapa dekade terakhir ini dunia dilanda oleh krisis ekonomi global. Baik di Eropa, Asia, Afrika, Amerika dan Australia semuanya terjangkit virus ekonomi yang mematikan. Akar dari permasalahan krisis ini adalah sistem ekonomi yang cacat. Pada mulanya orang berpikir bahwa sistem ekonomi pasar bebas akan menghantar manusia pada kemapanan. Namun dalam kenyataannya tidak semua orang mencapai kemapanan itu. Ekonomi pasar bebas melahirkan kaum kapitalis yang serta merta menggusur kelompok yang tak berdaya. Ada tiga hal penting yang hemat saya menjadi inti dari krisis di abad ini. Ketiga hal itu adalah pragmatisme, individualism dan over profit. Ketiganya terbalut dalam tubuh ekonomi liberal.
Pragmatisme merupakan kepercayaan yang mengajarkan bahwa nilai suatu ajaran bergantung pada penerapannya bagi kepentingan manusia (KBBI, 2008: 1097). Lebih lanjut pragmatisme adalah paham yang menyebutkan bahwa nilai dari sebuah pengetahuan ditentukan oleh kegunaan praktisnya bukan pengakuan kebenaran objektif dengan kriterium praktik tetapi apa yang memenuhi kepentingan-kepentingan subjektif individu (Lorens Bagus, 2005: 877). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat kita katakan bahwa dalam bidang ekonomi  pragmatisme berhubungan dengan usaha pencapaian profit dengan menghalalkan segala cara. Proses melayani tujuan, sekalipun ada unsur negatif di dalam proses. Semisal contoh, pertambambangan mangan di Manggarai dan penderitaan warga di sekitarnya adalah akibat dari sikap pragmatis para pengusaha dan penguasa. Demi memperoleh hasil yang besar mereka tidak mempedulikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja menimpa warga di sekitarnya sebagai akibat dari kegiatan pertambangan tersebut. Hingga saat ini warga sekitar lokasi pertambangan mengalami berbagai kerugian sementara para pengusaha telah pergi membawa sekian banyak kekayaan.
Sebenarnya dalam pragmatisme ekonomi ada sekian banyak hal yang disisihkan. Hal paling urgen yang dibiarkan begitu saja adalah kemanusiaan. Jadi sebenarnya krisis ekonomi yang dikeluhkan dunia adalah krisis kemanusiaan sebagai akibat dari ketidakadilan dalam ekonomi. Hemat saya krisis kemanusiaan ini bermula dari penerapan individualisme yang super radikal. Kita tahu bahwa dalam ekonomi pasar bebas peran individu sangat ditekankan. Setiap orang bebas berjuang untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tampa mempedulikan orang lain. Kebebasan tampa batas tersebut menelurkan sikap individualistis. Dan pada akhirnya kaum kapitalis menjadi pemegang tunggal perekonomian sembari menindas yang miskin. Keuntungan sebagai tujuan terakhir dalam ekonomi menjadi cita-cita para pemegang modal untuk terus bersaing. Setiap kemungkinan yang mengancam perolehan profit mesti segera diatasi, dan apa saja boleh dilanggar termasuk kemanusiaan. Bisnis prostitusi, Tenaga Kerja dan bentuk perdagangan manusia lainnya yang cepat mendatangkan uang adalah contoh-contoh dari pelanggaran terhadap kemanusiaan dalam dunia ekonomi.
Individualisme dan cita-cita keuntungan dalam dunia ekonomi menggusur  nilai kemanusiaan seperti cinta kasih, keadilan, persaudaraan, kesetiakawanan dll. Fenomena ini mencemaskan masyarakat dunia, di antaranya termasuk beberapa pakar ekonomi dan pengusaha. Sehingga di Inggris para pakar ekonomi dan pengusaha mencari cara terbaik dalam dunia ekonomi, mereka mendambakan suatu sistem yang baru “bukan sistem ekonomi pasar bebas” untuk mengatasi krisis yang sedang melanda dunia khususnya Negara mereka. Pada suatu kesempatan mereka-mereka mengadakan suatu seminar ekonomi untuk membicarakan sistem yang tepat dalam dunia ekonomi. Mereka mengundang Dr. Rowan Williams, Uskup Agung Canterbury dalam seminar tersebut. Rowan Williams pada akhirnya menyumbangkan suatu ide berlian yang dianggap sebagai solusi terbaik dalam merevitalisasi sistem ekonomi. Dia menilai bahwa ekonomi pasar bebas mesti segera ditinggalkan dan menerapkan suatu sistem baru yang dia namakan sebagai ekonomi kerumahtanggaan (Sindhunata, 2012: 2, BASIS). Mengapa mesti rumah tangga? Williams kemudian mengulas sekian unsur yang melekat dengan kerumahtanggaan. Menurutnya rumah tangga adalah suatu tempat di mana hidup berjalan dan dijalani secara biasa, hidup yang stabil yang mendorong pertumbuhan, perkembangan dan tindakan anggota rumah tangga. Rumah tangga yang berjalan dengan baik akan menjadi BENTENG BAGI YANG LEMAH (anak-anak yang masih rawan dilindungi dan orang tua yang mulai uzur dirawat). Keluarga menjadi tempat di mana kreatifitas dapat digali dan kesantaian ditemukan dalam KEBERSAMAAN.
Jika sIstem ekonomi pasar bebas mengedepankan peran individu dan usaha-usaha praktis maka ekonomi kerumahtanggaan menekankan perlindungan bagi yang lemah dan kebersamaan. Sesungguhnya ekonomi kerumahtanggaan prokemanusiaan, sebab perlindungan bagi yang lemah dan kebersamaan adalah antitesis dari pragmatisme dan individualisme dalam pasar bebas. Krisis kemanusiaan global dalam dunia ekonomi bisa diatasi bila akar permasalahannya ditemukan. Karena yang dikeluhkan adalah kemanusiaan maka solusi yang ditawarkan adalah system ekonomi kerumahtanggaan,sebab di dalamnya usaha ekonomi berdampingan dengan kemanusiaan.
Memang sulit untuk merealisasikan tawaran Dr. Williams di atas sebab manusia terlanjur dihipnotis oleh kebebasan dan individualisme yang membawa kenikmatan. Tetapi kita tidak harus pesimis sebab kenikmatan itu bersifat parsial,  kenikmatan yang hanya melayani kaum kapitalis dan penguasa semata. Uang dan kekuasaan memang sulit dikalahkan tetapi demi kemanusiaan kita mesti berjuang.



Ledalero, 8 Maret 2014