Minggu, 25 Agustus 2013

DI BIBIR DOSA



DI BIBIR DOSA


Menanti pada langit yang kelam

Berharap muncul dari balik kegelapan

Mungkin mekar merekah seuntai senyuman

Terbalut kebaya merah di ujung sebuah malam

Tapi tak ada yang datang dari kegelapan manapun

Sujud syukur setelah bertemu fajar

Akupun menang....


Di ruangan kelas, Agustus 2013-08-26
FIGO ACM

*******Terinspirasi dari cerpen SELAMAT MALAM, DUHAI KEKASIH karya Seno Gumira Ajidarma

Rabu, 21 Agustus 2013

FIGO "ETIKA SITUASI FLETCHER"



ETIKA SITUASI JOSEPH FLETCHER DAN PENERAPANNYA

          OLEH: FIGO ACM

                  LEDALERO

Etika situasi: hukum moral tidak dapt diterapkan dalam situasi konkret. Individu memiliki kebebasan untuk memutuskannya, karena individu harus menunjukan keautentikannya (dalam ekistensialisme manusia itu unuk dalam dirinya sendiri sehingga ia tak dapat disamakn atau diseragamkan dengan orang lain) , keasliannya. Dengan demikian keputusan moral adalah otonomi individu karenanya tidak ada hukum moral yang tetap dan kaku. Etika situasi melarang adanya ketaatan buta pada hukum, doktrin atau peraturan moral tertentu. Sehingga dengan tegas etika moral melawan etika peraturan. Suatu keputusan yang otonomi harus disesuakin dengan situasi agr menghasilkan sebuah aksi yang positif bukannya suatu hukum moral yang kaku dicari lalu ditempatkan dalam suatu situasi sehingga denga angkuhnya mengatakan perbuatan ini benar dan yang lain salah. Berbohong untk menyelamatkan nyawa seorang manusia bisa dilihatsebagai suatu tindakan melanggar nilai moral karena berbohong itu dilarang (etika peraturan yang kadang tampak dalam institusi-institusi keagamaan yang menghilangkan unsur rasionalitas dala moralitas). Di sini etika situasi muncul sebagai reaksi terhadap keangkuhan etika peraturan. Joseph Fletcher, sang penggagas utama etika situasi menyebutkan bahwa etika situasi adalah etika yang hadir di antara legalisme dan antinomisme. Legalisme tidak jauh berbeda dengan etika peraturan di mana legalisme menggambarkan kekauan nilai moral. Sementara antinomisme adalah etika situasi radikal yang menyangkal adanya nilai moral. Di sini etika situasi berdiri di antara dua paham ini. Etika situasi tidak menolak nilai moral dan tidak terima begitu saja suatu pemahaman moral. Etika situasi selalu kembali kepada situasi dan menjadikan nilai-nilai moral sebagai penerang bagi pengambilan keputusan positif atau tidaknya sebuah aksi. Dalam etika situasi motralitas menemukan kembali aspek rasionalitasnya.
Menrut Joseph Fletcher, suatu keputusan moral dapat dipertanggungjawabkan melalui ketiga unsur berikut ini, suatu tindakan harus dilihat dalam kaca mata cinta kasih, kemudian dilaksanakan secara bijaksana dan harus terjadi pada waktu yang tepat. Misalnya seorang bapa mengejar anaknya untuk dipenggal kepalanya. Si anak berlari dan bersembunyi di rumahmu. Anda pada situasi seperti ini wajib berbohong apabila berhadapan dengan si ayah tersebut, karena pilihan untuk jujur akan membahayakan keselamtan si anak. Kasus seperti ini harus di lihat dalam kacamata cinta kasih. Menipu atau berbohong karena alasan cinta kasih. Lalu dilakukan secara bijaksana dan harus pada waktu yang tepat.

Bagaimana etika situasi diterapkan dalam persoalan aborsi khususnya dalam dilema pilihan untuk mengakhiri hidup salah satu dari dua pilihan “atau ibu atau bayi”. Seorang ibu harus menggugurkan bayinya demi keselamatan dirinya. Jika tidak menggugurkan kandungan maka si ibu akan meninggal dunia.
Ini situasi khusus. Bagaimana prinsip cinta kasih sebagai dasar segala nilai moral dalam etika situasi dapat dijelaskan? Sementara pembiaran begitu saja terhadap ibu dan bayi akan menyebabkna kedua-duanya meninggal dunia. Bagaimana seorang individu penganut etika situasi melihat persoalan ini dan memutuskan sebuah pilihan terbaik?
Jika pilihan yang diambil adalah dengan membunuh si bayi demi keselamatan si ibu maka dalam asus ini seorang individu telah melanggar etika situasi karena sudah terjadi pelanggaran akan prinsip dasar etika situasi yaitu cinta kasih.
Namun apabila ada pembiaran begitu saja terhadap keadaan si ibu dan bayinya maka dalam kasus seperti ini etika situasi tidak dapat diterapkan, sehingga dengan sendirinya ettika situasi tak dapat diterima dalam kasus khusus karena ketidakmampuannya untuk memberi pertanggungjawaban rasional. Ternyata etika situasi tidak sekuat seperti yang dibicarakan dalam teori.

Etika situasi juga bisa diterapkan dalam kepemerintahan. Contoh berikut bagaimana etika situasi harus berperan dalam situasi tertentu dalam kepemerintahan.
Seorang anggota legislatif akhirnya menjadi tersangka kasu korupsi karena dianggap mencuri uang rakyat. Inilah kasus selengkapnya, Karena anjurannya dalam suatu sidang dewan untuk mencairkan sekian juta dana bagi korban bencana gunung meletus ditolak oleh suara mayoritas maka seorang anggota legislatif dengan tahu dan mau menggunakan cara ilegal untuk mengambil uang negara demi keperluan penanggulangan korban bencana gunung meletus di salah satu kabupaten di Indonesia.
Bagaimana anda sebagai seorang insan rasional menanggapi kejadian sperti ini? Apakah etika situasi dengan prinsip cinta kasih dapat membela kasus yang dianggap sebagai korup ini? Mungkinkah etika situasi yang pada dasarnya tidak melihat benar atau salahnya suatu tindakan (etika situasi menolak baik atau buruknya sesuatu secara inse, sehinggga berbohong tidak berarti baik atau buruk dalam dirinya tetapi tergantung situasi mana orang berbohong) sesuatu tetapi sesuai atau tidaknya suatu situasi untuk suatu aksi dapat dijalankan dapat diterima dan dijadikan argumen pembelaanbagi si terdakwa?

Cinta kasih dianggap sebagai satu-satunya nilai moral yang memiliki kebaikan inse dalam dirinya sendiri. Dan segala nilai moral yang lain dalam etika situasi dianggap sebagai representasi dari cintakasih atau hanya sebagai hipotesis dari cintakasih. Misalnya berbohong dapat dibenarkan jika mengungkapakan perbuatan cinta kasih.
Karena alasan ini maka etika situasi kadang membuat seorang individu mengabaikan hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya. Misalnya saya memiliki hutang sekian juta pada seorang tetangga. Saat tiba waktunya gajian saya sebenarnya harus membayar hutang tersebut sesuai dengan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat. Namun ketika tiba pada hari yang sudah disepakati untuk menyerahkan hutang tersebut tiba-tiba terjadi banjir besar yang kemudian merendam sekian rumah dari tetangga-tetangga saya. Pada saat-saat seperti ini tentu mereka membutuhkan sekian rupiah untuk  memenuhi kebutuhan hidupnya.
Saya sebagai tetangga memiliki keprihatinan ini. Sehingga dengan alasan cinta kasih saya menyerahkan semua uang yang seharusnya saya berikan kepada dia yang telah meminjamkan uang itu kepada saya. Kesepakatan akhirnya dilanggar akibat prinsip cinta kasih  ini. Mana yang harus menjadi pilihan utama? Menyerahkan uang kepada dia yang telah meminjamkan uang kepada saya atau mendonasikan uang  bagi korban bencan banjir?
Etika situasi mengharuskan saya untuk memilih pilihan kedua karena alsan cinta kasih dan dengan sendirinya saya mengabaikan pilihan pertama dan melanggar prinsip keadilan. Saya tidak adil dengan dia yang meminjamkan uangnya bagi saya, namun bukankah keadilan adalah cinta kasih yang dibagi kepada orang lain.
Kadang etika situasi membuat kita mengabaikan hal-hal penting lainnya. Sehingga bagi saya etika situasi tidak tahan uji.

Selasa, 06 Agustus 2013

FIGO ACM TENTANG KAMP NAZI



JERITAN DI KAMP KONSENTRASI AUSCHWITZ-BIRKENAU
(Menelisik Eksperimen Kejam Dokter Josef Mengele  Terhadap Para Saudara Kembar)

Oleh FIGO ACM

Abstract: Obligation of physicians is to provide appropriate medical services according to the professional standards and standard operating procedures as well as the medical needs of the patient. The doctors have to work according to standards and codes of conduct that are generally accepted. One task of the doctor is to help cure patients suffering from a particular type of disease. Here the task is to humanize patient's physician. But in reality many doctors often incorrectly use their expertise. There are doctors who make man as an experimental tool. This is certainly contrary to medical bioethics. The brutality of the Nazi doctors who were placed in concentration camps where they make the Jewish prisoners and prisoners of war as a means to experiment is one example of the moral and bioethical violations of human rights. How bioethics and human  rights  response to such practices?
Kata-kata kunci: Dokter Nazi, eksperimen, prinsip, bioetika

DOKTER NAZI
Setelah perang dunia ke II berakhir, Amerika Serikat dan sekutunya membentuk sebuah pengadilan perang Nuemberg untuk mengadili penjahat-penjahat perang Nazi serta mereka semua yang bertanggungjawab atas pembantaian berjuta-juta umat manusia. Pada kesempatan ini juga pengadilan Nuremberg mengadili beberapa dokter yang turut mengambil bagian dalam peristiwa Holocausts tersebut. Para dokter ini tidak berperan dalam perangdan pembantaian secara langsung di lapangan tetapi secara diam-diam melakukan praktek medis dalam kamp-kamp tahanan secara sewenang-wenang. Maksudnya para dokter ini menjadikan para tahanan sebagai kelinci percobaan untuk kepentingan medis Nazi dan dalam usaha untuk membuat percobaan terhadap obat-obat tertentu yang bisa digunakan oleh para tentara Nazi. Dokter-dokter Nazi ini ingin mengumpulkan data ilmiah yang bisa dipakai untuk menentukan kemurnian ras Aryan dan  untuk mengobati penyakit tentara Jerman dalam tugas-tugasnya di luar Negeri. Yang menjadi inti praktek para dokter ini adalah kepentingan Nazi (Bertens, 2001: 99).
Selama proses pengadilan di nuremberg ada dokter yang berdalih bahwa alasan dibuatnya praktek dengan menjadikan manusia lain sebagai kelinci percobaan semata-mata demi kepentingan medis seluruh umat manusia. Misalnya dokter Nazi yang bernama Gerhard Rose berujar “hanya ratusan orang yang menjadi korban tetapi jutaan orang bisa diselamatkan” ( Bertens, 2001:101). Meski demikian pengadilan Nuremberg tetap berpegang pada kemanusiaan. Apapun alasannya praktek yang dibuat oleh para dokter Nazi adalah sebuah kejahatan terhadap manusia. Korban yang dijadikan alat dan manusia-manusia lain pada kodratnya sama argumen Rose sangat tidak manusiawi. Tindakan keji seperti yang dilakukan paa dokter ini adalah pelanggaran berat terhadap martabat manusia. Manusia pada dasarnya sama oleh karenanya pantas untuk memiliki hak-hak yang sama. Salah satunya adalah hak untuk hidup (Hardiman,  2011: 43).
Salah satu contoh kasus yang  melawan bioetika dalam praktek para dokter Nazi ini adalah sebuah penelitian untuk membuktikan keunggulan ras Aryan yang diprakarsai oleh Dokter Josef Mengele dengan menjadikan  saudara kembar sebagai kelinci percobaan (Bertens, 2001: 100). Ratusan tahanan tewas dalam eksperimen Mangele ini. Yang tersisa juga terbelenggu dalam bayang-bayang pengalaman horor traumatis itu sehingga di tangan para dokter inilah manusia-manusia kehilangan kemanusiaanya.
Pertanyaan untuk kita, apakah tugas utama seorang dokter ketika berhadapan dengan pasien. Atau apa yang sehausnya dikerjakan dokter seturut dengan profesinya itu. Mendukung keutuhan hidup manusia serta membela kehidupannya ataukah mengorbankan orang lain untik kepentingan tertentu?
PRAKTEK KEJAM DR. MANGELE MELAWAN BIOETIKA
Dalam Kamp konsentrasi Auschwits-Birkenau, Dr. Josef Mengele memimpin proyek penelitian besar tentang saudara kembar. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa tujuan penelitian Mengele adalah untuk membuktikan kemurnian Ras Aryan. Bukan suatu masalah jika Mengele mempergunakan keahliannya dalam bidang Genetika untuk suatu proyek ini. Tetapi akan menjadi sangat bermasalah ketika harus ada manusia lain yang dikorbankan. Setiap profesi memerlukan standar etis. Tak dapat dielakkan jika setiap profesi adalah realitas sosial dan berkembang untuk melayani masyarakat (Yuantoro, 2005: 46). Begitu pila dengan profesi sebagai dokter. Ada standar etis yang harus dipegang dokter dalam kegiatan-kegiatan medisnya.
Berbagai macam eksperimen mengerikan dilakukan Mengele bersama timnya tehadap saudara-saudara kembar. Sering para saudara kembar ini diambil darahnya untuk diteliti secara mendalam. Namanya penelitian berarti berangkat dari sekian banyak kegagalan. Begitu pula dengan proyek Mengele. Semakin banyak kegagalan yang dihasilkan semakin banyak pula tahanan yang dikorbankan. Mengele membutuhkan banyak sampel darah dalam penelitiannya. Sehingga tak jarang darah para tahanan kembar disedot sampai sekian liter dari dalam tubuh-tubuh mereka. Cerita ini selalu berakhir dengan penderitaan hebat serta kematian. Anggota-anggota tubuh diangkat, diukur, dicatat dan dieksperimen dengan sinar X. Pada kesempatan tertentu seorang saudara kembar ditularkan dengan penyakit tertentu dan jika ia meninggal akibat penyakit itu, saudara kembarnya yang masih sehat dibunuh untuk membandingkan organ-organ sakit saudaranya. Selama prakteknya ini, Mengele ttidak pernah menggunakan obat bius atau obat sejenis yang bisa mengurangi rasa sakit (Bertens, 2001: 100). Eksperimennya adalah eksperimen penuh kekerasan. Suatu bentuk penyiksaan kejam hingga menimbulkan sekian banyak kematian.
Demikianlah praktek kejam yang dibuat Dr. Mengele dalam usaha pembuktian keunggulan ras Aryan dengan cara yang sungguh tidak manusiawi. Suatu praktek yang di zaman ini disebut praktek melawan bioetika.
MENGELE DAN PRINSIP EKSPERIMEN BIOMEDIS
Sebelumnya sudah disebutkan bahwa sah-sah saja jika Mengele melaksanakan prakteknya tesebut. Toh mengele adalah seorang ahli Genetika. Keahliannya dalam bidang genetika membuat dia diberi tugas unntuk meneliti kemurnian ras Aryan. Ilmu yang diperolehnya dapat ia terapkan dalam praksis nyata. Tapi sejarah menceritakan bahwa Mengele cacat dalam mempraktekan keahliannya. Ia adalah seorang dokter ahli sekaligus dokter kejam dan sadis. Sebagai seorang dokter Mengele tentunya pernah diharapkan untuk membela kehidupan umat manusia. Kemampuan-kemampuan medis yang dimilkinya sebenarnya berperan dalam meningkatkan kehidupan. Sayang keahlian Mengele menuntut korban. Satu persatu para tahanan kembar digiring untuk dimasukan dalam Lab selanjutnya dipotong sesuai kebutuhan penelitian. Di sini Mengele melawan prinsip dalam bioetika medis.
Kemajuan ilmu pengetahuan memang sering menuntut korban, tentu ada benarnya. Tetapi hal ini tidak mengandung arti bahwa sesama manusia boleh digunakan sebagai binatang percobaan (Bertens, 2001: 101). Mengele memperlakukan korbannya malah lebih jelek ketimbang binatang percobaan. Mengele tidak peduli sedikit pun dengan penderitaan para korban. Beliau tidak peduli sedikit pun dengan aturan main dalam dunia medis. Berbagai peraturan dan prinsip yang semestinya dipegang teguh oleh seorang dokter malah diabaikan begitu saja. Sebut saja prinsip dasar dalam eksperimen, “manusia hanya boleh diikutsertakan dalam eksperimentasi biomedis jika dengan bebas dan tanpa paksaan apa pu ia memberikan persetujuan itu. Tentu prinsip ini jelas sekali dilanggar oleh Mengele dalam proyek penelitiannya. Para saudara kembar tidak pernah diberi pilihan untuk ikut serta dalam proyek ini, malah mereka dipaksa secara fisik dengan berbagai bentuk ancaman. Prinsip lainnya berbunyi “eksperimen tak dapat dilakukan jika bisa menimbulkan penderitaan dan kematian”. Sementara sebagian besar eksperimen Mengele berakhir dengan kematian.  Malah tahanan lain yang hanya menyaksikan peristiwa ini turut menderita secara psikis. Praktek yang dijalankan Mengele jelas-jelas melawan bioetika.
PENUTUP
Inti pekerjaan para dokter adalah menolong manusia yang menderita. Hal pertama yang diharapkan dari para dokter adalah menghilangkan penderitaan. Dan berbuat baik adalahciri khas seorangdokter. Dengan demikian dokter pada dasarnya mesti pro terhadapkehidupan. Keahlian yang dimiliki harus bertujuan positif. Dokter harus positif dalam berpikir juga dalam bertindak.
Praktek kejam Dr. Mengele dalam kamp Auschwits tidak menunjukan profesionalisme. Mengele mengkhianati profesinya. Ia dokter tapi kemudian dikenal sebagai penjahat terhadap kemanusiaan. Eksperimen terhadap para saudara kembar jelas-jelas melawan bioetika sehingga tidak dapat dibenarkan. Apapun alasannya Pengadilan Nuremberg tetap menghukum Mengele dengan alasan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sejarah masa lalu dalam kamp-kamp tahanan di mana para dokter bertindak sewenang-wenang terhadap para tahanan mesti menjadi bahan refleksi bagi para dokter yang hidup dan berkarya di masa kini. Apaka para dokter masa kini sungguh-sungguh profesional dalam menjalankan tugasnya dan apakah mereka mampu untuk menaati setiap peraturan medis yang berlaku universal. Serta sudahkah mereka berjuang menciptakan keutuhan hidup manusia dengan meringankan atau menghilangkan beban penderitaan para pasien.

SEKIAN




DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. Prespektif Etika: Esai-Esai Tentang Masalah Aktual. Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Hardiman, F. B. Hak-Hak Asasi Manusia: Polemik Dengan Agama Dan Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius, 2011.
Yuantoro, F. A. Eutanasia. Jakarta: Obor, 2005.
Wikipedia Bahasa Indonesia (Internet)

DEMOKRASI DELIBERATIF HABERMAS DI INDONESIA



DEMOKRASI DELIBERATIF HABERMAS DI INDONESIA
FIGO ACM

Demokrasi  deliberatif Habermas merupakan sebuah sistem yang sangat pas untuk diterapkan di Indonesia. Deliberatif sendiri memiliki makna perwusyawaratan, duduk dan berbicara bersama-sama. Yang menjadi inti dari demokrasi deliberatif adalah patisipasi publik atau masyarakat dalam sebuah proses untuk menentukan atau memutusukan suatu hal. Yang ditekankan dalam demokrasi deliberatif adalah PROSES. Dalam proses ini setiap individu diberi kesempatan untuk melontarkan argumen-argumen rasionalnya. Sehingga yang menjadi utama dalam demokrasi deliberatif bukanlah persoalan suara terbanyak seperti halnya yang diterapkan dalam sistem demokrasi dewasa ini tetapi lebih pada kekuatan setiap argumen yg mampu tahan uji dihadapan publik. Hal ini kemudian akan menghasilkan suatu keputusan yang benar-benar tepat dan sesuai dengan kebutuhan hidup publik. Selama ini ada sekian banyak peraturan atau keputusan yang mengabdi pada kepentingan tertentu atau setiap peraturan yang dibuat dibuat tidak memiliki arah yang jelas.
Demokrasi deliberatif di Indonesia sebenarnya merupakan sebuah kritik terhadap rezim orde baru. Kita tahu bahwa Suharto dalam masa kepemimpinanya cenderung bertindak otoriter. Banyak hal yang dibuat tampa diketahui publik, ada sekian banyak peraturan yang keluar dari sasaran. Memang pada waktu itu suatu strtegi yang diberlakukan secara umum  sebenarnya mengabdi pada sebuah kongsi orang-orang tertentu atau pada sebuah kerajaan   tertentu. Orde baru harus menjadi pelajaran bagi kita dalam membangun negeri ini. Menciptakan sebuah negri yang bebas dari kediktatoran dan otoritarisme. Mesyawarah yang dalam bahasa Habermas di sebut sebagai deliberatif hendaknya menjadi fondasi bagi kita semua untuk menghasilkan suatu kehidupan yang baru, damai dan sejahtera.
Hingga saat ini sistem kepemimpinan a la rezim sebenarnya masih ada tetapi terselubung. Banyak peraturan cacat yang dibuat demi suatu institusi atau kelompok tertentu saja. Peran masyarakat dalam suatu kehidupan bersama masih sangat minim. Hal ini menunjukan bahwa sistem pemerintahan di Indonesia terkesan korup.
ledalero, malam 6 agustus 13.